Jumat, 26 Oktober 2012

KECEPATAN REAKSI


By : Daniel Wiradanu cs Physic Chemistry's Group

BAB I
PENDAHULUAN


I.1.    Tujuan Percobaan
         Percobaan kecepatan reaksi ini, bertujuan untuk :
1.   Menentukan konstanta kecepatan reaksi dan orde reaksi antara Natrium thiosulfat (Na2S2O3) dan larutan HCl, dengan mencari pendekatan reaksi pseudo molekular dengan cara “ INITIAL RATE”.
2.       Mencari konstanta kecepatan reaksi dari penyabunan etil asetat.

I.2.    Dasar Teori

Reaksi-reaksi kimia berlangsung dengan laju yang berbeda-beda dan agar reaksi tersebut dapat berlangsung, partikel-partikel (atom atau molekul) dari zat yang bereaksi harus bertumbukan satu sama lain dan mempunyai energi kinetik yang cukup. Hal ini dipelajari di dalam kinetika kimia. Kinetika kimia merupakan bagian dari kimia fisika yang mempelajari tentang laju (kecepatan) reaksi kimia dan mekanisme dari proses kimia tersebut. Selain itu kinetika kimia juga mempelajari hubungan energi antara reaktan dan produk.
Kecepatan reaksi dari suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, temperatur, konsentrasi zat reaktan, sifat zat itu sendiri (sifat reaktan), luas permukaan, dan katalis.

Temperatur
Suatu reaksi kimia dapat berlangsung jika ada energi yang cukup untuk reaksi. Energi ini dapat berupa kerja dari luar atau panas. Secara umum reaksi kimia akan berlangsung semakin cepat jika suhu dinaikkan. Pada umumnya pada penambahan suhu sebesar 10oC maka kecepatan reaksinya akan menjadi dua atau tiga kali kecepatan reaksi semula, sehingga reaksi pada suhu kamar akan berjalan lambat, dan akan berlangsung cepat jika dilakukan pada suhu yang tinggi.

Konsentrasi reaktan
Konsentrasi reaktan besar pengaruhnya pada kecepatan reaksi. Secara umum kecepatan reaksi kimia adalah fungsi dari konsentrasi. Makin besar konsentrasi dari reaktan maka semakin besar pula kecepatan reaksinya, hal ini disebabkan karena jumlah molekul yang yang bertambah besar seiring dengan besarnya konsentrasi larutan

Sifat zat yang bereaksi
Sifat zat yang bereaksi sangat menentukan cepat atau lambatnya reaksi kimia. Ada zat yang sangat reaktif, sehingga reaksinya sangat cepat, misalnya reaksi antara logam natrium dengan air, ada juga reaksi yang berlangsung sangat lambat seperti penguraian karbohidrat oleh bakteri. Jenis reaktan yang mempunyai sifat polar dan non polar mempengaruhi sifat reaktan itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Misal reaksi antara pembakaran alkohol adalah reaksi yang cepat, sedangkan reaksi pengkaratan besi merupakan proses reaksi yang lambat.
Sifat reaktifitas suatu zat kimia ditentukan oleh jenis ikatan kimia senyawa tersebut. Ikatan kimia dipengaruhi oleh susunan terluar elektron unsur pembentuk senyawa. Semakin stabil ikatan kimia suatu senyawa, maka makin tidak reaktif zat kimia tersebut, dan sebaliknya juga. Reaksi kimia juga berhubungan dengan pemutusan ikatan dan pembentukan ikatan baru, maka pemutusan ikatan merupakan hal yang sangat berpengaruh pada sifat reaktifitas suatu zat.

Luas permukaan
Luas permukaan molekul berpengaruh pada kecepatan reaksi. Semakin besar luas permukaan dari molekul reaktan, semakin besar pula kecepatan reaksi. Ini disebabkan karena semakin luas permukaan molekul maka semakin besar kesempatan dari molekul untuk  berinteraksi antar molekul.

Katalis
Katalis merupakan zat yang ditambahkan dalam suatu reaksi kimia dengan tujuan untuk mempercepat ataupun memperlambat reaksi kimia, tetapi tidak ikut bereaksi. Katalis yang dapat mempercepat reaksi kimia disebut katalis positif (katalis), sedangkan yang memperlambat reaksi kimia disebut inhibitor. Adanya katalis akan menaikkan kecepatan reaksi karena katalis dapat menurunkan energi aktivasi yang dapat menghalangi jalannya reaksi.

Pengukuran Laju Reaksi
          Studi tentang kinetika reaksi ini biasanya dilakukan pada suhu tetap (temperatur konstan). Suatu reaksi berlangsung dengan terlebih dahulu diketahui komposisinya. Penurunan konsentrasi dari zat-zat yang bereaksi (reaktan), atau penampakan dari hasil reaksi (produk), diukur sebagai fungsi waktu. Dari data konsentrasi – waktu tersebut dapat diperoleh sifat–sifat kinetika proses.
          Adapun cara untuk mengetahui terjadinya perubahan konsentrasi dalam suatu reaksi adalah dengan memindahkan sampel dari sistem pada interval waktu yang berbeda, kemudian menghentikan reaksi, dan menganalisa sampel. Dari analisa tersebut kita dapat menentukan konsentrasi produk maupun reaktan.


II.2. Prosedur Percobaan     

         Penguraian Na2S2O3dengan HCl

1.    Menimbang X1, X2, X3,X4 gram Na2S2O3
2.    Memasukkan ke dalam erlenmeyer.
3.    Menambahkan 100 cc aquadest kedalam masing-masing erlenmeyer.
4.    Menuangkan secara serentak 20 cc 0.5 molar HCl ke masing-masing erlenmeyer.
5.  Mencatat waktu mulai dituang sampai mulai terjadi kekeruhan (dengan stopwatch) untuk masing- masing larutan (t0)  

Penyabunan Etil Asetat
1.    Membuat larutan 0,04 N etil asetat dan 0,04 N  NaOH.
2.    Memasukkan 25 cc 0.05 N NaOH kedalam erlenmeyer.
3.    Menambahkan 25 cc 0,04 N etil asetat dan mengocoknya.
4.    Setelah t1 menit, menambah lagi 25 cc 0,04 N HCl, dan mengocoknya.
5.    Menambahkan indikator pp, dan menitrasi campuran ini dengan 0,04 N NaOH.
6.   Mengulangi langkah 2 sampai dengan 5 sebanyak 3 kali, tetapi dengan waktu yang berbeda-beda, yaitu 3 menit, 4 menit, 5 menit, 6 menit, 7 menit, 8 menit.

INVERSI SUKROSA


Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan konstanta laju reaksi inversi gula tebu dengan adanya katalis dengan menggunakan polarimeter.

Dasar Teori
Monosakarida yang sering disebut gula sederhana adalah satuan karbohidrat yang tersederhana, mereka tak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih kecil. Monosakarida dapat diikat secara bersama-sama untuk membentuk dimer, trimer, dan sebagainya dan akhirnya polimer. Dimer-dimer disebut disakarida. Sukrosa adalah suatu disakarida yang dapat dihidrolisis menjadi satu satuan glukosa dan satu satuan fruktosa. Dalam kehidupan sehari–hari sukrosa dikenal sebagai gula pasir. Adapun reaksi hidrolisa glukosa adalah :
1 sukrosa --->  1 glukosa + 1 fruktosa
(Fessenden&Fessenden 2, hal 318)
Gula inversi adalah campuran D-glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam atau enzimatik dari sukrosa. Enzim yang mengkatalis hidrolisis sukrosa disebut invertase, bersifat spesifik untuk β-D-fruktofuranosida dan terdapat dalam ragi dan lebah. Madu terutama terdiri dari gula inversi karena adanya fruktosa bebas. Nama “gula inversi” diturunkan dari inversi atau pembalikan tanda rotasi jenis bila sukrosa dihidrolisis. Sukrosa mempunyai rotasi jenis +66,5º, suatu rotasi positif. Campuran produk antara glukosa, [α]= +52,7 º dan fruktosa [α]= -92,4° mempunyai rotasi netto negatif.
(Fessenden&Fessenden 2, hal 352)

Sukrosa sendiri bersifat dextrorotary yaitu memutar sudut putar jenis +66,5°. Dalam percobaan ini kita akan menentukan laju reaksi inversi gula tebu atau sukrosa dengan adanya katalis dengan menggunakan polarimeter. Dengan demikian apabila sukrosa semakin habis rotasi akan semakin berubah ke arah kiri. Perbedaan aljabar antara rotasi pada waktu permulaan reaksi (ao) dengan akhir reaksi (a) adalah ukuran dari konsentrasi mula–mula sukrosa. Dengan menganggap bahwa reaksi berjalan sempurna sehingga secara praktis tak ada sukrosa yang tertinggal pada akhir reaksi (t = ∞). Pada setiap saat t, konsentrasi sukrosa yang tersisa adalah c dan dapat dihitung dari selisih antara pembacaan polarimeter akhir (α) dengan pembacaan polarimeter pada saat t, tersebut (αt).

Cahaya terpolarisasi dapat diperoleh dari cahaya yang tidak terpolarisasi. Yaitu dengan menghilangkan atau memindahkan semua arah getar dan melewatkan salah satu arah getar saja. Ada empat cara untuk melakukan hal itu :
1.Penyerapan selektif
2.Pemantulan
3.Pembiasan ganda
4.Hamburan
               Teknik yang umum dipakai untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi adalah menggunakan polaroid, yang akan meneruskan gelombang-gelombang yang arah getarnya sejajar dengan sumbu polarisasi dan menyerap gelombang-gelombang pada arah getar lainnya. Oleh karena itu, teknik ini disebut polarisasi dengan penyerapan selektif. Suatu polaroid ideal akan meneruskan semua medan yang sejajar dengan sumbu polarisasi dan menyerap semua yang tegak lurus dengan sumbu polarisasi. Jadi analisator berfungsi mengurangi intensitas cahaya yang terpolarisasi. Intensitas cahaya yang diteruskan akan mencapai maksimum, jika kedua sumbu polarisasi sejajar dan mencapai minimum jika kedua sumbu polarisasi saling tegak lurus.

Prosedur Percobaan
 1.    Melarutkan 20 gram gula tebu dalam air  dan  mengencerkan menjadi 100 ml dengan aquades.
2. Mencampurkan 25 ml larutan gula tersebut dengan 25 ml 1 N monoclor CH3COOH. Menggunakan sebagian kecil dari campuran ini untuk membilas tabung polarimeter.
3. Mengisi tabung polarimeter dengan campuran tersebut dan mengamati polarisasinya. Mencatat waktunya sebagai t0 dan sudut polarisasinya sebagai α0. Meneruskan pengamatan dengan selang waktu 5 menit selama 50 menit.
4.  Mengisi tabung polarimeter dengan campuran 25 ml larutan gula dan 25 ml larutan 2 N HCl. Menutup tabung cepat-cepat dan segera mengamati sudut polarisasinya. Mencatat waktunya sebagai t0 (HCl) dan sudutnya sebagai a0 HCl. Meneruskan pengamatan dengan selang waktu 5 menit untuk selama 120 menit.

Minggu, 21 Oktober 2012

elektrokimia

Tujuan Percobaan: 
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada daerah anoda serta pengaruh kekuatan arus pada reaksi elektrolisa larutan CuSO4, tersebut bila dipakai berbagai macam elektoda.


Dasar Teori:
Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang paling banyak dibutuhkan, baik untuk sekarang maupun masa yang akan datang, listrik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Bahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tidak dapat lepas dari peranan listrik itu sendiri walaupun berbagai usaha dilakukan untuk mencari pengganti energi listrik itu, misal energi tenaga surya, dan lain sebagainya.Salah satu cabang ilmu kimia yang mempelajari dan meneliti tentang penggunaan pengubahan energi kimia menjadi energi listrik atau sebaliknya, energi listrik digunakan untuk menjalankan reaksi kimia adalah elektrokimia, yang salah satunya mempelajari tentang sel elektrokimia.
            (Maron & Lando,”Fundamental of Physical Chemistry”.p553)
Pada dasarnya, sel elektrokimia yang digunakan mempunyai dua fungsi penting, yaitu :
a.  mengubah energi kimia menjadi energi listrik
           Contoh: accumulator, cell kering.
      b.  mengubah energi listrik menjadi energi kimia
           Contoh: pengisian accu, elektrolisis.
             ( Soekardjo.”Kimia Fisika”.p391) 
Dalam elektrokimia, dikenal istilah sel dan baterai. Keduanya mempunyai pengertian yang berbeda. Sel adalah suatu susunan tunggal dari dua elektroda dan sebuah elektrolit yang mampu menghasilkan listrik dari aksi kimia dalam sel atau menghasilkan aksi kimia dari listrik yang melalui sel.Sedangkan baterai adalah kombinasi dari dua atau lebih sel – sel yang disusun secara seri atau paralel. Misal, pada baterai 6 volt yang sering kita lihat dalam kehidupan sehari – hari merupakan sebuah kombinasi dari 3 sel 2 volt yang dihubungkan secara seri.
            (Maron & Lando.”Fundamental of Physical Chemistry”.p554)
Sel elektrokimia terdiri dari beberapa macam, yaitu :
1. Sel Volta atau Sel Galvanik
Adalah sel dimana energi bebas dari reaksi kimia diubah menjadi energi listrik. Hubungan antara energi bebas dari reaksi kimia dengan tegangan dinyatakan dengan persamaan berikut :
DG = -nFE
dimana :
DG  =  energi bebas Gibbs
   F  =  Faraday
   E  =  electromotive force cell ( volt )             
         n = jumlah molekul elektron yang berperan pada reaksi kesetimbangan
 Contoh : batu baterai dan aki
2. Sel Elektrolisis
Adalah sel dimana energi listrik digunakan untuk berlangsungnya suatu reaksi kimia. 
Sel ini merupakan kebalikan dari sel Galvanik. Emf, perbedaan potensial yang 
disebabkan karena adanya arus yang mengalir dari elektroda berpotensial tinggi 
menuju elektroda berpotensial rendah, yang diperlukan untuk berlangsungnya proses
 ini akan sedikit lebih tinggi daripada emf yang dihasilkan oleh reaksi kimia, dan ini 
didapat dari lingkungannya. Reaksi kimia spontan menghendaki G menjadi negatif.
 Kesetimbangan akan terjadi bila DG dan E sama dengan nol. Reaksi dengan nilai E
 lebih positif akan terjadi lebih dahulu daripada reaksi – reaksi dengan kepositifan yang
 lebih rendah.
Contoh : peristiwa penyepuhan logam dan penanganan korosi.
      (Dogra, ”Kimia Fisika dan Soal-Soal”.p511)
Pada sel elektrokimia, baik itu sel Volta maupun sel elektrolisis, berlangsung reaksi redoks pada bagian-bagian sel yang disebut dengan elektroda.
Ada dua jenis elektroda, yaitu :
· Anoda
Adalah elektroda tempat terjadinya proses oksidasi. Pada sel Volta, karena adanya reaksi 
yang spontan dan karena adanya pelepasan elektron dari elektroda ini, maka anoda 
bermuatan negatif. Sedangkan pada sel elektrolisis, sumber eksternal tegangan didapat 
dari luar sehingga anoda bermuatan positif  bila dihubungkan dengan katoda. Dengan 
demikian ion–ion bermuatan negatif mengalir ke anoda untuk dioksidasi. 
· Katoda
Adalah elektroda tempat terjadinya proses reduksi. Pada sel Volta, katoda bermuatan 
positif bila dihubungkan dengan anoda. Ion – ion bermuatan positif mengalir ke elektroda
 ini  ( katoda ) untuk direduksi oleh elektron – elektron yang datang dari anoda. Sedangkan
 pada sel elektrolisis, katoda bermuatan negatif. Ion – ion bermuatan positif (kation) 
mengalir ke elektroda ini untuk direduksi. Dengan demikian, pada sel Volta, elektron
 bergerak dari anoda ke katoda dalam sirkuit eksternal. Sedangkan pada sel elektrolisis,
 elektron didapat dari aki atau baterai eksternal masuk melalui katoda dan keluar lewat
 anoda.
                                              (Dogra,”kimia Fisika dan Soal-Soal”.p513 )
Muatan pada suatu elektroda, karena adanya kelebihan atau kekurangan elektron pada logam. 
Muatan negatif yang besar, menunjukkkan adanya senyawa pereduksi yang kuat (elektron 
donor yang bagus). Potensial suatu elektroda adalah beda potensial antara dua titik, yaitu 
elektrode dari suatu sel.Suatu titik yang memiliki potensial listrik yang tinggi juga punya
 muatan positif (+) yang tinggi. Beda potensial merupakan beda muatan pada dua titik. 
Potensial elektrode adalah beda potensial terhadap elektroda standar reference, sedangkan
 potensial sel adalah beda potensial antara dua elektroda dan lebih sering disebut voltage 
sel / ElektroMotive Force (EMF) dinyatakan sebagai Esel atau DE. 
                 (Maron & Lando.”Fundamental of Physical Chemistry”.p573)
Hukum Faraday I
Faraday menyatakan : “ Banyaknya zat yang dihasilkan pada elektroda sebanding
 dengan jumlah arus yang dialirkan pada zat tersebut”.
Hal ini dapat dirumuskan :
G =  e x i x t
         96500 
dimana : 
G = Berat zat dalam gram
 e = Berat ekivalen 
 I =  Kuat arus dalam ampere
 t =  Waktu dalam detik
Jika arus yang dialirkan dinyatakan dalam Faraday, maka :
F = I x t
    96500 
dimana : I x t  = muatan dalam satuan Coulomb
sehingga
     G   = e x F
                      
Hukum Faraday II
Faraday mengatakan, “ Jumlah zat-zat yang dihasilkan oleh arus yang sama didalam beberapa sel yang berbeda, sebanding dengan berat ekivalen (BE) zat-zat tersebut”.
                                 (Glasstone,”Fundamental of Physical Chemistry”.p885)


Metodologi Percobaan:
1. Mempersiapkan 4 gelas beaker ukuran 300 ml serta memberi label masing-masing A,B,C,dan D
2. Menimbang sebanyak 25 gram CuSO4 dan memasukkannya masing-masing kedalam  beaker gelas A, B,dan C
3. Menimbang 10 gram CuSO4 dan memasukkannya dalam beaker gelas D
4. Mengencerkan CuSO4 dengan menambahkan 300 ml aquades pada masing-masing erlenmeyer
5. Menimbang elektroda Pb, Cu, dan C serta mencatat beratnya
6. Mengatur Voltmeter pada 100 mA dan tegangan 10 volt
7. Merangkai rangkaian Pb-C pada gelas beaker A, Cu-C pada gelas beaker B, dan dua       C-C pada gelas beaker C dan D
8. Melewatkan arus ke rangkaian selama 2 menit
9. Menimbang masing-masing elektroda pada rangkaian dan mencatat beratnya
10. Melewatkan arus ke rangkaian kembali selama 2 menit tanpa mengamplas elektroda
11. Menimbang masing-masing elektroda pada rangkaian dan mencatat beratnya
12. Melewatkan arus ke rangkaian kembali selama 2 menit tanpa mengamplas elektroda
13. Menimbang masing-masing eletroda pada rangkaiandan mencatat beratnya
14. Mengulangi prosedur 5-13 dengan mengganti arus menjadi 50 mA dan tegangan 10 volt